JAKARTA, iNTREN – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan, majelis hakim Djuyamto dan kawan-kawan diduga menerima uang suap sebesar Rp 22,5 miliar sebagai imbalan pemberian vonis lepas di kasus korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit periode 2021-2022.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar menyebut, uang itu diberikan oleh Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Qohar menjelaskan, Arif yang telah menerima uang suap sebesar Rp 60 miliar dari Ariyanto Bakri selaku pengacara dari tiga tersangka korporasi, langsung memilih susunan majelis hakim dalam perkara itu.
Mereka yang dipilih yakni Djuyamto selaku ketua majelis, kemudian Agam Syarif Baharuddin selaku anggota majelis dan Ali Muhtarom selaku hakim adhoc.
“Wakil Ketua PN Jakarta Pusat kemudian menunjuk majelis hakim yang terdiri dari DJU (Djuyamto) sebagai ketua majelis, kemudian AM (Ali Muhtarom) adalah hakim adhoc, dan ASB (Agam Syarif Baharuddin) sebagai anggota majelis,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (14/04/2025).
Setelahnya Arif langsung memanggil Djuyamto dan Agam untuk bertemu secara langsung. Dia menyebut, dalam pertemuan itu Arif menyerahkan uang tunai senilai Rp 4,5 miliar sebagai uang untuk membaca berkas perkara korupsi minyak goreng.
“Dengan tujuan untuk uang baca berkas perkara dan agar perkara tersebut diatensi,” jelasnya.
Uang dalam bentuk Dollar Amerika Serikat itu, kata dia, kemudian dibawa oleh Agam menggunakan goodie bag dan langsung dibagikan kepada ketiga majelis hakim dalam perkara itu.
Qohar mengatakan pada periode September-Oktober 2024, Arif kembali menyerahkan uang sebesar Rp 18 miliar dalam bentuk Dollar Amerika Serikat kepada Djuyamto.
Dia menjelaskan, uang itu kemudian dibagikan oleh Djuyamto di depan Bank BRI. Rinciannya yakni sebesar Rp 4,5 miliar untuk Agam, kemudian sebesar Rp 5 miliar untuk Ali, sebesar Rp 6 miliar untuk Djuyamto, dan Rp 300 juta untuk panitera.
“Ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang tersebut agar perkara tersebut diputus onslag dan pada tanggal 19 Maret 2025 perkara tersebut di putus onslag,” tuturnya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait vonis lepas di perkara korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit periode 2021-2022.
Ketujuh tersangka itu Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, Panitera Muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan. Kemudian ketiga majelis hakim pemberi vonis lepas yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom .
Qohar menyebut terdapat bukti pemberian suap sebesar Rp 60 miliar dari Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara korporasi PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group.
Dia mengatakan, uang itu diterima oleh Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat melalui Wahyu Gunawan yang saat itu menjabat sebagai Panitera Muda PN Jakarta Pusat.
“Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara agar majelis hakim yang mengadili perkara itu memberikan putusan onslag,” jelasnya.
Qohar mengatakan, Arif Nuryanta menggunakan jabatannya saat itu sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dalam mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng.
“Jadi perkaranya tidak terbukti, walaupun secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan, tetapi menurut pertimbangan majelis hakim bukan merupakan tindak pidana,” tuturnya. (***)
Editor: Guntur Marchista Sunan