JAKARTA, iNTREN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Abdul Halim Iskandar terlibat dalam kasus korupsi pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur tahun 2019-2022.
Untuk diketahui, pria yang karib disapa Gus Halim itu merupakan kakak kandung Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar. Di dalam partai berlambang bola dunia itu, dia menjabat sebagai Ketua Bidang Penguatan Eksekutif, Legislatif dan Pengurus DPP KB.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, Gus Halim terlibat dalam proses pemberian dana hibah saat menjabat Anggota DPRD Jawa Timur. “Kalau tidak salah itu ketua fraksi di sana yang bersangkutan, sehingga juga itu berkaitan erat dengan hibah dari legislatif tersebut,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (13/04/2025).
Asep mengatakan, atas keterlibatan tersebut, penyidik memeriksa Gus Halim, serta melakukan penggeledahan dan upaya paksa lainnya. KPK juga telah menggeledah rumah dinas milik Gus Halim, yang berada di Jakarta Selatan, Selasa (10/09/2024) lalu. Sejumlah uang dan beberapa barang bukti elektronik (BBE) berhasil disita.
“Jadi, penyidik menemukan bahwa yang bersangkutan juga ikut pada saat ada dana hibah tersebut, sehingga dimintai keterangan. Kemudian juga digeledah dan lain-lain dilakukan upaya paksa,” ucap Asep.
KPK masih terus mendalami soal keterlibatan Gus Halim dalam kasus ini. Katanya, KPK tidak segan menjadikan Gus Halim sebagai tersangka jika ditemukan cukup bukti.
“Nanti untuk ke depannya kita masih ditunggu saja, nanti seperti apa keterlibatan yang bersangkutan. Apabila memang cukup bukti untuk dinaikkan, kami juga tidak akan segan-segan untuk menaikkan yang bersangkutan,” tutup Asep.
Dalam kasus ini, KPK juga telah menetapkan 21 tersangka dalam kasus korupsi yang diduga dilakukan dengan pembuatan pokmas fiktif ini. Salah seorangnya adalah anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Anwar Sadad.
Dengan rincian, empat tersangka penerima, tiga orang merupakan penyelenggara negara, sementara satu lainnya merupakan staf dari penyelenggara negara. Sementara itu, untuk 17 tersangka pemberi, 15 di antaranya merupakan pihak swasta dan dua lainnya penyelenggara negara. (***)
Editor: Guntur Marchista Sunan